Biografi Sabdo Sutejo Dalang Keturunan Tionghoa

Foto Dalang Sabdho Sutejo Terkini

 Dalang peranakan Tionghoa pelestari wayang Jawa dari generasi muda masih dapat ditemui meski hanya dalam hitungan jari. Salah satunya adalah Tee Bun Liong alias Sabdo Sutedjo asal Kedungdoro, Surabaya. Sebagai seorang yang dalang berdarah Tionghoa, tak menyurutkan niat Sabdho Sutedjo untuk tetap konsisten dalam berkarya di dunia pedalangan. 


Sabdho Sutejo Memerankan Tokoh Wayang

    Ki Sabdho sutejo alias Tee Boen Liong ini salah satu dari sedikit dalang berdarah Tionghoa di Jawa asal kedundoro, Surabaya. Menciptakan Paguyuban Manunggal Cipta Mandiri dan panguyuban tersebut di bentuk bermula pada saat sebelum pandemic covid sekitar tahun 2017 yang kemudian pada akhir tahun 2019 pendemi covid-19 itu bermunculan. Ketika ditemui di lokasi Pertunjukkan di Balai Budaya Alun-Alun Surabaya, Sabtu, (18/3/2023) malam, dia menceritakan awal mula terbentuknya Paguyuban Manunggal Cipta Mandiri pada tahun 2017 namun sempat terhenti karena pandemi covid , pada saat pandemi menurun dan pemerintah juga memperbolehkan untuk dibuka kembali pagelaran seni ini.

Beliau mengawali terjun ke dunia kesenian ini sejak tahun 1976-1978 yang pada saat itu beliau berumur 9 tahun menjadi dalang cilik dan itu laris di tanggap di lingkungan warga,pejabat,kelenteng, dan gereja. Baginya, menjadi seorang dalang seolah-olah sudah jadi panggilan jiwa sejak dirinya lahir hingga saat ini. Ki Sabdho Sutejo merasa beruntung dilahirkan menjadi seorang cucu dari Jie Sik Po, pemilik wayang orang Wargo Budoyo yang cukup tenar di sekitar tahun 70-an. “Sejak bayi saya sudah akrab dengan gamelan. Sampai umur dua tahun ibu saya selalu membawa saya saat menjaga loket tiket wayang orang” Tuturnya.

Sebelumnya sempat berganti profesi menjadi Manajer Keuangan di bebrapa perushaan besar. “Tiga tahun saya sempat mencoba bekerja menjadi karyawan, pernah jadi manager di Xerox, pernah juga di makanan ternak PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), tapi memang dunia saya bukan disitu. Karena orang tua melihat sendiri dalang saya juga cukup menghasilkan maka mereka akhirnya merelakan saya terjun di dunia seni sampai Sekarang”. Jelasnya. Sebagai dalang lelaku tirakatan juga masih tetap dilakukan walaupun tidak rutin. Puasa seni-kamis, puasa Pati Geni dan juga sikap tetap sabar berbaur menjadi satu dengan kepercayaannya sebagai umat Kaotlik. “Kadang-kadang masih puasa, yang jelas harus terus sabar, tidak gampang emosi dan latihan vokal dengan rutin”. Pungkasnya.

Menurutnya dengan adanya teknologi informasi dan gaya pakeliran yang ada sekarang ini, para penonton wayang juga semakin kritis dan memiliki pasar-pasar dalang sendiri yang menjadi kesukaan penonton. Dalam hal ini sang Dalang juga harus selalu berproses dan berinisiatif dalam mengembangkan Pertunjukkan pagelaran wayang. "Wayang harus selalu mengikuti era jaman yang semakin berkembang. Penonton sekarang makin kritis, jadi ajak penonton juga hanyut mengikuti jalan cerita. Jadi dalang juga harus pinter mengikuti arah kemauan yang nonton" ucap pria kelahiran 27 April 1967 ini. 



    Pementasan Arjuna Wiwahaha 
    
    Sabdho berharap agar pertunjukan wayang tetap lestari dan berkembang tak lekang oleh jaman. “Ya harapan e ya dengan semakin maraknya kehiatan budaya tentunya dapat semakin meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keragaman budaya Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia. Karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia. Dan untuk generasi muda jangan segan dan malu untuk nonton hiburan wayang kulit, karena dalam wayang kulit bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga bisa sebagai falsafh tuntunan kehidupan manusia," pungkasnya.







Komentar

Postingan Populer